Forum Alumnittihad

Terimakasih atas kunjungan anda, mohon maaf blog ini masih belum sempurna karena masih dalam proses pengerjaan dan pengembangan. Salam silaturrohim by Alumnus 1992

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Kamis, 18 April 2013

SANG KYAI: Kisah Perjuangan KH Hasyim Asy’ari Kakek Gus Dur

JAKARTA: Sang Kyai, film tentang Kyai Hasyim Asy’ari, kakek dari mantan Presiden Abdurahman ‘Gus Dur’ Wahid, mengambil lokasi syuting di beberapa tempat di Jawa dan memakan waktu sekitar 50 hari.
Film yang disutradarai oleh Rako Prijanto memasang Ikranegara sebagai Ikranagara sebagai Hasyim Asy’ari, Christine Hakim sebagai Nyai Kapu (istri Hasyim Asy’ari), Agus Kuncoro sebagai Wahid Hasyim (anak Hasyim Asy’ari), Adipati Dolken sebagai Harun, dan Dimas Aditya sebagai Husyein.
Lokasi syuting mengambil tempat di Kediri, Nggondang klaten, Solo, Ambarawa, dan Semarang. Keseluruhan pembuatan film ini memakan waktu selama 50 hari yang dimulai tanggal 1 Nov 2012.
Kyai Hasyim adalah pendiri Nahdlatul Ulama (NU) pada awal 1900-an. Ulama kharismatik di Tanah Jawa ini pertama kali membangun Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jawa Timur.
Menurut Rako, film yang berlatar belakang jaman penjajahan ini bertujuan untuk menggugah dan mengingatkan bangsa Indonesia akan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa.
Sunil Samtani, produser film Sang Kyai dari Rapi Films, merasa bangga bisa memproduksi film yang menggambarkan sosok kyai yang sangat kharismatik pada masa penjajahan itu.
“KH Hasyim Asy’ari adalah tokoh kunci dalam menggerakan santri-santri dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Dengan film ini, kami ingin menggambarkan tokoh KH Hasyim Asy’ari dan cara perjuangannya dengan pendekatan spriritual karena tidak banyak orang tahu tentang perjuangan beliau”, kata Sunil dalam siaran pers yang diterima Kabar24.com
Sunil menjelaskan bahwa keluarga besar Kyai Hasyim Asy’ari dan NU memberikan izin pembuatan film tersebut karena mereka mengerti bahwa tujuan memfilmkan pendiri NU ini adalah sebagai pendidikan moral terhadap bangsa akan pentingnya persatuan bangsa yang dirasakan sudah terkikis.
Rako mengatakan bahwa kisah perjuangan Hasyim Asy’ari difokuskan pada era 1942-1947, sesuai usulan Pengurus Besar N). Sebagai tokoh sentral saat itu, KH.Hasyim Asy’ari adalah penentu arah dalam pengerahan massa santri melawan penjajah.
“Hasyim Asy’ari adalah kyai kharismatik yang menyulut rasa kebangsaaan santri-santrinya di Tebu Ireng yang akhirnya menjalar ke masyarakat umum yang ujung-ujungnya menyulut terjadinya perang tanggal 10 November 1945  yang puncaknya terjadi perobekan bendera Merah Putih Biru menjadi Merah Purih di Hotel Oranye Surabaya.” tambah Rako Prijanto.
Sementara itu, Ikranagaraa mengaku bangga bisa memerankan kyai yang sekarang sudah ditetapkan sebagai pahlawan nasional.
“Yang penting bagi saya adalah, saya bisa memberikan yang terbaik bagi film sehingga perjuangan KH Hasyim Asy’ari dapat menginspirasi munculnya sang kyai-sang kyai yang lainnya.”
Suara senada juga datang dari artis senior Christine Hakim yang merasa senang akhirnya dia bisa dilibatkan ke dalam film yang bertema kepahlawan dan persatuan bangsa. (Kabar24/ea)

Ojo Podo Susah

Borobudur ono Jawa Tengah
Gunung Kelud ono Jawa Timur
Poro sedulur ojo podo susah
Meniko pantun kanggo menghibur
Menyang Jombang tuku sarung
Menyang Malang tuku klambi
Ojo bimbang lan ojo bingung
Sholat sembahyang ndang dilakoni
Menyang kutho budhale dewe
Ojo lali nggowo duite
Ono ndunyo iku ora suwe
Ojo ngasi ninggal sholate
Numpak cikar digeret sapi
Numpak dokar digeret jaran
Amal mungkar ojo dilakoni
Mergo mlanggar prentah Pengeran
Pitik cilik notholi sego
Manuk doro notholi gabah
Amal becik ayo ditindakno
Supoyo ora ono musibah
Kapur barus wangi gandane
Di usapno ono busono
Wong kang bagus akeh kancane
Wong kang olo akeh sing modo

Dikutip dari:
Buku “Kumpulan Syair dan Sholawat An Najach”, Li Abi Muhammad Abdul Mu’thi Muhdi, Juz 1, Halaman 49
Pondok Pesantren Putra Putri “An Najach”
Koripan, Dawung, Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah, 56192

Via :

Rabu, 17 April 2013

Gus Mus Berdakwah Dengan Ipad

Keberadan teknologi terserah pada penggunanya. Ia mencontohkan adanya twitter dan facebook sangat bermanfaat untuk silaturahmi dan belajar dari kicauan orang-orang.


Dulu, kiai salaf di pondok pesantren selalu identik dengan kitab kuning yang lusuh. Kini, identitas itu tak lagi berlaku bagi Gus Mus. Perkembangan teknologi membuat Gus Mus - pangilan akrabnya - membaca kitab-kitab kuning tak lagi dengan membawa kitab kuning, tetapi ia memanfaatkan fasilitas komputer tabled buatan Apple. "Kita sangat terbantu dengan teknologi modern ini," ujar Gus Mus
Pria kelahiran Rembang tahun 1944 itu juga menjelajahi dunia maya untuk mengetahui perkembangan zaman dan teknologi. Ia membuat akun jejaring sosial, seperti facebook, twitter hingga blog dengan alamat: http://gusmus.net
Gus Mus mengaku sudah berkali-kali memamerkan iPad miliknya. Salah satunya ketika mengisi ceramah pengajian di Sumenep, Madura. Dia menunjukkan video Michael Jackson yang "menyanyikan" lagu Madura.
Ternyata, para kiai tersebut tidak tertarik. Para kiai juga protes karena dianggapnya akan menimbulkan ketergantungan dengan teknologi.. Lalu, Gus Mus memperlihatkan hasil download kitab-kitab kuning dari berbagai perpustakaan di penjuru dunia. "Buka kitabnya gak usah pake tulunjuk jari dengan pelicin ludah, tapi cukup dijawil," kata suami Siti Fatimah itu.
Sejak itu, para kiai mulai tertarik iPad. Tapi, mereka mengeluh kenapa hurufnya kok kecil. Gus Mus langsung menyahut: "Jawil saja dengan dua jari telunjuk dan ibu jari, hurufnya akan langsung membesar". Para kiai langsung terperangah. Sambil guyonan mereka langsung menanyakan harganya.
Menurut Gus Mus, keberadan teknologi terserah pada penggunanya. Ia mencontohkan adanya twitter dan facebook sangat bermanfaat untuk silaturahmi dan belajar dari kicauan orang-orang. "Mudah mendapatkan pengetahuan dari berbagai sumber," kata pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuth Thalibin Rembang tersebut.
Kini, dengan iPad, Gus Mus selain tak repot membawa segepok kitab kuning, tetapi dia cukup mendownload kitab-kitab kuning. Keuntungan lain, dia juga bisa belajar di mana saja. "Pas jalan macet kita bisa membaca kitab atau baca Al-Qur'an," katanya. Kini, di mana ada Gus Mus pasti ada iPad yang ditentengnya. (tempointeraktif)

Sejarah Yayasan Al Ittihad


Perkembangan Yayasan Al-Ittihad semakin pesat. Hal ini ditandai dengan terus meningkatnya jumlah siswa, baik di MTs dan MA Al-Ittihad. Tentu saja, hal tersebut berimbas positif terhadap asrama Al-Ittihad, termasuk Panti Asuhan Al-Ikhlas. Maka, pada tahun 1989, dengan restu semua pihak K.H. Abdullah Hasan selaku pengasuh, pengurus, sekaligus putra H. Rusydi mendeklarasikan berdirinya Pondok Pesantren Putri Al-Ittihad (saat itu bernama: Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadien). Deklarasi tersebut dilakukan pada saat upacara bendera hari Senin. Pada saat deklarasi tersebut, K.H. Abdullah Hasan yang termasuk santri kesayangan Mbah Kyai Mahrus Lirboyo Kediri ini menyampaikan bahwa Pondok Pesantren ini akan berafiliasi pada Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’in/Mubtadi’at Lirboyo Kediri. Tentu saja, deklarasi itu didahului dengan pertemuan-pertemuan antarpengurus dan sejumlah tokoh masyarakat.

B. Sejarah Yayasan Al Ittihad
Yayasan Al-Ittihad didirikan dan dibiayai oleh H. Rusydi pada tahun 1979. H. Rusydi adalah seorang petani sukses-kaya, dermawan, dan sangat peduli terhadap keagamaan dan pendidikan. Sebelum mendirikan Yayasan Al-Ittihad, H. Rusydi telah mendirikan beberapa sekolah dan masjid di beberapa desa bersama masyarakat di daerah yang bersangkutan.

Pada tahun 1978, beliau mengumpulkan tiga putra-putrinya dan beberapa keluarga serta mengundang tokoh-tokoh masyarakat desa Belung dan kecamatan Poncokusumo. H. Rusydi menyampaikan cita-citanya untuk mengembangkan keagamaan dan pendidikan di kecamatan Poncokusumo dengan mendirikan Yayasan Al-Ittihad. Cita-cita itu disambut dengan gembira dan semangat, apalagi di kecamatan Poncokusumo belum ada sekolah tingkat lanjut yang bernafaskan Islam. Pada 1979 berdirilah Yayasan Al-Ittihad dengan satu unit sekolah formal, Madrasah Tsanawiyah Al-Ittihad. Ahmad Nawawi sebagai kepala Madrasah Tsanawiyah yang pertama.
Pengurus yayasan memikirkan kelanjutan siswa setelah tingkat tsanawiyah, maka hampir tiga tahun kemudian, yakni tahun 1982, Yayasan Al-Ittihad mendirikan Madrasah Aliyah Al-Ittihad, dan Moh. Amin sebagai Kepala Madrasah Aliyah yang pertama. Untuk menunjang kegiatan ini, didirikan pula asrama untuk siswa-siswinya. Asrama inilah cikal bakal pondok pesantren Al-Ittihad.
Sebagian masyarakat sekitar banyak kurang beruntung dalam hal ekonomi, namun bersemangat tinggi dalam pendidikan. Merespons hal itu, H. Rusydi bersama pengurus mendirikan panti asuhan yatim piatu dan anak keluarga tidak mampu. Pada tahun 1987, berdirilah Panti Asuhan Al-Ikhlas.
Untuk menunjang keberhasilan program pesantren, H. Rusydi bersama putranya, K.H. Abdullah Hasan sowan ke pesantren-pesantren besar di Jawa Timur guna mencari guru pondok. Beliau berdua mendatangkan ustadz-ustadzat dari pesantren-pesantren dari seputar Malang, Lirboyo hingga Bangil-Pasuruan. Ustadz-ustad tersebut bertugas membantu Pengasuh (K.H. Abdullah Hasan) dan pengurus Yayasan Al-Ittihad mengembangkan pendidikan pesantren Al-Ittihad. Saat ini, ponpes Al-Ittihad telah berkembang dengan baik, telah menjadi mitra masyarakat. Mereka berperan aktif dalam pembenahan, perbaikan, dan pendidikan masyarakat sekitarnya.
Adapun pondok pesantren Al-Ittihad putra, yang bermula dari Panti Asuhan Al-Ikhlas dan siswa sekolah formal yang diasramakan dengan pengajian terbatas pada seputar Al-Qur’an dan tajwid, baru dideklarasikan sebagai pesantren selang beberapa tahun dari pondok putri.
Istilah asrama berlangsung hingga tahun 1991. Seiring makin bertambahnya anak-anak asrama, KH. Abdullah Hasan selaku pengasuh memandang perlu mendatangkan guru asrama yang membantunya menangani anak-anak. Terlebih lagi guru yang ada silih berganti karena berkeluarga; Handoyo, BA digantikan oleh Drs. Rudi Joko Sampurno (M. Ali MAkky) yang menghuni asrama kurang dari satu tahun karena segera berkeluarga pula.
27 Desember 1990, pengasuh membawa serta seorang alumni PP. Al-Khoirot Gondanglegi (kini masuk Kec. Pagelaran) untuk ‘diasramakan’ bersama Drs. Rudi Joko Sampurno yang – sekitar 4 bulan kemudian – beliau menikah. Untuk membantu guru asrama yang masih baru serta menggantikan Drs. Rudi JS, maka beberapa bulan kemudian pengasuh mendatangkan ustadz dari PPS. Pasuruan, Ustadz Syuaib, hanya bertahan satu minggu. Kemudian dimintakan gantinya dan didapatkan Ustadz Masykur Hafidz.
Semenjak saat itu sistem pengajian dibenahi sesuai tradisi pesantren dan dibagi menjadi 2 kelas diniyah bernama MID Hidayatul Mubtadiien. Penghuni asrama semakin bertambah-tambah seiring pendeklarasiannya sebagai Pondok Pesantren Al-Ittihad. Th. 1996, KH. Abdullah Hasan memberikan mandat untuk membantu mengasuh pondok putra kepada Ustadz Masykur Hafidh.
Saat ini, Yayasan Al-Ittihad, terutama MTs dan MA Al-Ittihad merupakan salah satu sekolah terbaik di tingkat Jatim. Berbagai prestasi telah diraih, baik dalam kegiatan kesiswaan, pendidikan, maupun tingkat sekolah. Status DISAMAKAN telah lama disandang, dan berlanjut pada status terakreditasi “A”.
H. Rusdi, bapak Al Ittihad, telah dipanggil Allah SWT pada 19 Januari 2006. Yayasan Al-Ittihad tidak hanya kehilangan sosok/figur, tetapi juga donatur utama. Untuk melanjutkan cita-cita beliau, istri H. Rusdi, yakni Hj. Rukayah dengan ghirah juangnya meneruskan pembangunan Al-Ittihad. Pada tahun 2007, Hj. Ruqayah bersama pengurus dan putra-putrinya mendirikan Yayasan Wakaf. Yayasan Wakaf ini didirikan dengan maksud awal mewakafkan sebagian harta H.Rusdi-Hj. Ruqayah untuk kelanjutan Yayasan Al-Ittihad. Hj. Ruqayah selaku waqif, menunjuk K.H. Abdullah Hasan sebagai pengurus Yayasan Wakaf (nadhir) yang diberi nama Yayasan Wakaf Sabilul Khoirot. Yayasan ini terus berusaha maju mengembangkan pendidikan dan keagamaan (Islam).[]

Sumber : Al-Ittihad2008